Mendengar nama Negara Israel atau bangsa Yahudi langsung dalam benak kita ada rasa antipati karena dianggap Negara yang jahat dan tidak bersahabat, namun ternyata setelah saya dan rombongan ke negeri ini ternyata berbanding terbaik dari yang dibayangkan, penduduknya ramah dan baik. Satu ketika teman saya tersesat,lepas dari rombongan Ziarah, kita beranggapan ini berbahaya, ternyata orang Yahudi baik mereka mengantar teman saya kembali ke Hotel dan diberikan uang taxi sopir Yahudi itu menolak. Jadi menurut saya ada kebencian terhadap bangsa Yahudi akibat pemberitaan media masa yang tidak netral. Terlepas dari itu semua sebenarnya ada hal yang patut kita teladani, dan hargai untuk belajar mengapa Negara Israel menjadi Makmur, karena merekalah Bangsa Pilihan Allah, dan otaknya cerdas salah satunya dari Nutrisi makanannya ( lebih jauh baca http://fritsdimu.blogspot.com/) dan memiliki teknologi tinggi (http://jakarta.mfa.gov.il/mfm/Web/) . Nah … Pada kesempatan awal ini saya akan beberkan teknologi pertanian Israel dibawah ini.
Bangsa Israel sebelum mengenal teknologi tinggi, mereka sudah membuat fondasi yang kokoh dalam bidang pertanian. Puluhan tahun yang lalu sebelum imigran Yahudi seluruh dunia kembali ke negeri Israel, tanah disana gersang dan delapan puluh lima persen (85 %) berupa gurun pasir yang kering, tanah subur hanya sebesar 15 % saja, sangat sedikit, karena curah hujan disana dalam setahun hanya 0.01 % jadi sangat kecil kemungkinan jika mengandalkan tadahan air hujan, sehingga ketersediaan sumber daya air menjadi kendala utama disana, tetapi Puji Tuhan mereka berhasil mengatasinya. Caranya bagaimana ? .
Untuk merubah tanah kering, gersang dan gurun pasir yang susah air tersebut, salah satunya mereka membangun saluran-saluran air dan pipa-pipa air raksasa berpuluh kilo meter panjangnya dan mengambil air dari sungai-sungai dan danau , salah satunya adalah Danau Tiberias, kemudian air disedot ke tempat yang tinggi , pada puncak-puncak pengunungan dibuat semacam dumb, bak air raksasa ditampung airnya disitu, kemudian mereka mengalirinya, sebanyak 20 % untuk konsumsi perumahan dan Kota dan bahkan airnya suci hama sehingga langsung dapat diminum tanpa dimasak. Selanjutnya 80 % airnya dialiri ke sektor pertanian, kebanyakan di daerah Gunung Negev yang gersang dan selanjut dilahan pertanian tersebut, pipa-pipa tersebut dipecah-pecahkan menjadi pipa-pipa kecil sampai pada tiap akar tanaman dengan menggunakan teknologi system computers diatur waktu penyiraman saat mana akar tanaman membutuhkan air (saya hanya membayangkan apa bisa ya.. teknologi ini diterapkan di NTT mengingat struktur tanah, iklim nya hampir sama).
Sehingga dengan demikian jika terjadi pemboikot dunia terhadap Negara Israel, tidak menjadi masalah karena Negara Israel sangat mandiri dari sisi pangan, ekonomi dan teknologi ditengah 5 negara arab yang mengapitnya, Hampir mirip dengan ide mengalirkan air dengan membuat saluran besar ke Southern California di Amerika susah air tetapi sejuk dari daerah sekitar nya, siapa tau insinyur perancangnya orang Yahudi yg sama juga, hebat kan…
Setelah masalah ketersediaan air dipecahkan, dalam rangka mempertahankan system pertanian modern yang terus berlanjut, maka mereka membentuk komunitas-komunitas pertanian yg dikenal dengan istilah Kibutz. Kibutz dirancang dengan baik, dimana terdapat jobdescriptions / pembagian tugas yang jelas, penentuan benih tanaman yang akan ditanam ,pembagian area lokasi, pembagian tempat pertanian, tempat tinggal, pasar dan tempat umum lainnya sampai pada model pendidikan untuk anak-anak mereka.
Hampir sama dengan konsep system Subak di Bali dan system Nagari di ranah minang yang mana ada pembagian wilayah pertanian dan sosial budaya. Kalau di Nagari ada lokasi tempat tinggal, ada surau, ada kolam air sebagai sumber air, pasar, kuburan, tanah lapang untuk acara tertentu, balai adat dan lain-lain.
Jadi Kibutz, bukan saja mengenai pertanian tetapi juga mereka mengembangkan metode pendidikan baik untuk pertanian (primer) juga pendidikan umum lainnya pada komunitas dari tingkat TK sampai SMA, mereka belajar di tempat khusus (sekolah bersama ) dan mendapatkan pelajaran-pelajaran dasar ketika orang tua mereka bekerja di daerah pertanian . setelah tamat SMA anak-anak petani diberikan keterampilan khusus yg sesuai dg keahlian pertanian yg dibutuhkan, sehingga setelah lepas masa pendidikan mereka telah siap membantu orang tuanya mengembangkan usaha pertanian.
Jadi tidak repot lagi, tenaga ahli pertanian yang muda, produktif dan fress sudah tersedia, mereka terus mengembangkan teknologi pertanian yang telah dikembangkan orang tua mereka. Bagaimana jika dibandingkan dengan Indonesia, pendidikan Indonesia, misalnya seorang anak petani telah Sarjana, ketika ditanya apakah mau bekerja di Desanya atau di Kota, pasti memilih di Kota ? apa sebabnya, karena di sekolah mendapatkan pelajaran yang tidak sejalan dengan kegiatan pertanian, mereka malah diajari ilmu-ilmu dan keterampilan yang jauh dari dunia sehari hari mereka, sehingga mereka terasing sendiri dg lingkungan asalnya,setelah lulus sekolah tak mau turun ke sawah atau ladang , tapi pergi mencari kerja ke kota , karena itu tidak heran pertanian di tempat kita tidak mendapat kemajuan berarti dari sisi teknologi dan bisnis.
Jadi bagaimana menurut pendapat Anda ? berikan komentar dibawah ini !!..
1 komentar:
Wah, hebat betul si Israel itu. Orangnya cukup tangguh, ccckk,cckkccck.
Posting Komentar